MAKALAH
LANDASAN
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
DAN PEMBELAJARAN
Di susun
guna memenuhi tugas
kurikulum
dan pembelajaran

Di susun
oleh:
UMAH
MARHUMAH (2227140827)
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA (UNTIRTA)
Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat allah swt telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di
susun untukmemenuhi salah satu tugas mata kuliah kurikulum dan pembelajaran.
Makalah ini berjudul “landasan penembanagan kurikulum dan pembelajaran”.
Makalah ini terdiri dari empat, bab satu pendahuluan berisi latar belakang,
rumusan masalah. Dan tujuan penulisan makalah. Bab dua pembahasan berisi
landasan teori. Bab tiga pembahasan berisi hakikat pengembangan kurikulum,
prinsip-prinsip kurikulum, landasan pengembangan kurikulum.landasan tersebut di
bagi menjadi emapat yaitu landasan filosofis, landasan psiklogis,
landasan sosiologi dan antrofologis dan landasan IPTEK. Bab empat penutup
berisi kesimpulan dan saran. Daftar pustaka.
Penyusunan makalah initidak terlepas dari bantua berbagai pihak, maka kami
menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami
dalalm menyelesaikan makalah ini.
Kami tidak menunntup kemungkinan dalam penyusunan makalah ini terdapat
kesalahan. Oleh karena itu, kami berharap dosen dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun konstruktif demi perbaikan makalah kedepan.
Serang, 06 oktober 2015
penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
1
1.1
Latar
belakang........................................................................
1
1.2
Tujuan....................................................................................
1
1.3 Manfaat.................................................................................
1
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................3
2.1 (Redja Mudyanarjo,
2001;8).................................................3
2.2
Menurut
soedijarto................................................................. 3
2.3
Robert S. Zais
(1976)............................................................. 3
2.4
Tyler (1988)...........................................................................
3
BAB III PEMBAHASAN............................................................................5
3.1
Hakikat perkembangan kurikulum..........................................5
3.2 prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum...............................6
3.3 landasan pengembangan
kurikulum........................................7
BAB IV PENUTUP......................................................................................
16
4.1
kesimpulan...................................................................................
16
4.2 saran.............................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Di zaman modern seperti sekarang ini,
pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan sebagai
sarana untuk mengembangan potensi diri yang ada. Pendidikan juga tidak lepas
dari kurikulum. Karena kurikulum itu sebagai pondasi bagi pendidikan agar
kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Setiap manusia pasti
berkembang begitu pula dengan kurikulum. Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik
yang mempunyai kebutuhan berbeda setiap zamannya. Kurikulum akan selalu
berkembang agar dapat memenuhi kebutuhan suatu lembaga. Ketika kurikulum tidak
dikembangkan sesuai dengan meningkatnya kebutuhan suatu lembaga, maka lembaga
itu akan mengalami ketertinggalan. Tetapi untuk mengembangkan kurikulum, tidak
hanya dirancang sesuai keinginan para pengelola lembaga tertentu, melainkan
harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan kurikulum, yaitu: landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan IPTEK.
1.2 TUJUAN
makalah penelitian ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui prinsip yang harus ada dalam
kurikulum.
2. Mengetahui perlunya landasan dalam
kurikulum.
3. Mengetahui pentingnya landasan dalam
pembuatan kurikulum.
4. Mengetahui landasan kurikulum jika
ditinjau dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK
1.3 RUANG
LINGKUP MATERI
Landasan-landasan pengembangan kurikulum harus berpijak pada
landasan-landasan
yang kuat dan kokoh, karena landasan kurikulum dapat menjadi
titik tolak.
Adapun landasan-landasan pengembangan kurikulum meliputi :
1. Landasan filosofis
2. Landasan psikologis
3. Landasan sosiologis
4. Landasan pengetahuan dan teknologi
BAB II
LANDASANAN TEORI
2.1 Hornby c.s dalam “The Advance
Learner’s Dictionary of Current English” (Redja Mudyanarjo, 2001;8)
mengemukakan definisi landasan
sebagai berikut: “foundation that on which an idea or belief rest; an
underlying principles as the foundations of religious belief the basis or
starting point..” jadi menurut hornby landasan adalah suatu gagasan atau
kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasar, contohnya
seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
2.2 Menurut soedijarto
“kurikulum adalah segala
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi
oleh siswa dan mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan asumsi atau
prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
2.3 Robert S. Zais (1976)
mengemukakan empat landasan
pengembangan kurikulum, yaitu philosophy and the nature of knowledge,
society and culture the individual, dan learning theory. Kurikulum sebagai
suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goals,
objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities),
dan komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap komponen bisa menjalankan
fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah
landasan (foundations), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama
masyarakat dan kebudayaan individu (peserta didik), dan teori-teori belajar.
2.4 Tyler (1988)
mengemukakan pandangan yang erat
kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school
purposes), yaitu “Use of philosophy, studies of learners suggestions from
subject specialist, studies of contemporary life, dan use of psychology of
learning”.
Berdasarkan kedua pendapat diatas,
secara umum dapat disimpulkan bahwa landasan pokok dalam pengembangan kurikulum
dikelompokan kedalam empat jenis, yaitu : landasan filosofis, landasan
psikologis,landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hakikat
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu
komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam
kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus sicapai sehingga
memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman
belajar yang harus dimiliki setiap siswa.
Fungsi landasan pengembangan
kurikulum adalah seperti fondasi sebuah bangunan. Seller dan Miller (1985)
mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus.
Pengembangan landasan kurikulum
terdiri atas tiga sumber, yaitu:
1.
Studi tentang hakikat dan nilai ilmu pengetahuan
2.
Studi tentang kehidupan
3.
Studi tentang siswa dan teori-teori belajar sebagai aspek psikologi
3.2
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
1)
Prinsip Relevansi
Pengembangan kurikulum yang meliputi
tujuan, isi dan sistem penyampaian harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan
keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
2) Prinsip Fleksibelitas
Kurikulum yang luwes mudah
disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan
ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Prinsip fleksibelitas
memiliki dua sisi:
pertama, fleksibel bagi guru yaitu kurikulum harus
memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya
sesuai dengan kondisi yang ada.
Kedua, fleksibel bagi siswa yaitu kurikuum harus menyediakan
berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3) Prinsip Kontinuitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya
bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan,
tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional
yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan
pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur
dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
4) Prinsip Efektifitas
Prinsip efektivitas berkenaan dengan
rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektivitas dalam suatu
pengembangan kurikulum, yaitu:
Pertama, efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam
melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas.
Kedua, efektivitas kegiatan siswa dalam melaksanakan
kegiatan belajar.
5) Prinsip Efisiensi
Kurikulum dikatakan memiliki tingkat
efesiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang
terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal. Kurikulum harus dirancang untuk
dapat digunakan dalam segala keterbatasan.
3.3 Landasan Pengembangan
Kurikulum
1. Landasan Filosofis dalam
Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari bahasa Yunani
kuno, yaitu dari kata philosdan sophia.Philosartinya cinta yang mendalam dan
sophiaadalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara
harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara
populer filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau
pendirian hidup bagi individu. Filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup
suatu masyarakat atau pendirian hidip bagi individu.
Filsafat sebagai landasan
fundamenatal, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan
kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum.
Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Kedua,
filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi
atau cara pencapaian tujuan. Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan
bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
a. Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan dapat
diartikan sebagai proses pengembangan semua aspek kepribadian manusia, baik
aspek pengetahuan, nilai dan sikap, maupun keterampilan. Tujuan pendidikan
harus mengandung tiga hal yaitu:
1. Autonomy,artinya memberi kesadaran,
pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan kelompok untuk
dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
2. Equity,artinya pendidikan harus dapat
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi
dalam kebudayaan dan ekonomi.
3. Survival,artinya pendidikan bukan saja harus
dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke
generasi akan tetapi juga harus memberikan pemahaman akan saling ketergantungan
antar manusia.
Filsafat sebagai sistem nilai harus
menjadi dasar dalam menentukan tujuan pendidikan, artinya pandangan hidup atau
sistem nilai yang dianggap baik oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam
tujuan pendidikan yang harus dicapai. Manusia macam apa yang kita harapkan
sebagai akhir proses pendidikan? Hendak dibawa kemana anak yang kita didik itu?
apa yang harus dikuasai oleh mereka? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu erat
kaitannya dengan filsafat sebagai sistem nilai.
Kurikulum pada hakikatnya berfungsi
untuk mempersiapkan aggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan
dan dapat hidup dalam system nilai masyaraktnya sendiri, oleh sebab itu laam
proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan system nilai masyarakat.
Nilai-nilai atau norma yang diakui
sebagai pandangan hidup suatu bangsa, seperti Pancasila bagi bangsa Indonesia,
bukan hanya harus menjiwai isi kuri kulum yang berlaku, akan tetapi harus
mewarnai filsafat dan tujuan lembaga sekolah serta merembes ke dalam praktik
pendidikan oleh guru di dalam kelas.
Menurut Bloom (1965), tujuan
pendidikan dapat digolongkan ke dalam tiga domain (bidang), yaitu domain
kognitif, afektifdan psikomotor. Domain kognitif berhubungan dengan
pengembangan intelektual atau kecerdasan. Bidang afektif berhubungan dengan
pengembangan sikap dan bidang psikomotor berhubungan dengan keterampilan.
b. Filsafat sebagai Tujuan Berpikir
Berpikir filosofis adalah berpikir
yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sidi Gazalba seperti yang dikutip Uyoh
Sadulloh (2004) mengemukakan ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang
radikal, sistematis dan universal. Berpikir yang radikal yaitu berpikir sampai
ke akarnya, tidak tanggung-tanggung sampai pada konsekuensi yang terakhir.
Berpikir sistematis adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi
selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan
saling berhubungan. Berpikir universal, artinya tidak berpikir secara khusus,
yang terbatas kepada bagian-bagian tertentu. Orang yang berfilsafat adalah
orang yang berpikir secara mendalam tentang masalah secara menyeluruh sebagai
upaya mencari dan menemukan kebenaran.
Menurut Nasution (1989), ada empat
aliran utama dalam filsafat yaitu idealisme, realisme, pragmatisme dan
eksistensialime.
Aliran idealisme memandang bahwa kebenaran itu
datangnya dari Yang Maha Kuasa. Manusia tidak dapat melihatnya secara lengkap
apalagi menciptakannya. Manusia hanya mampu menemukan kebenaran yang sebetulnya
sudah ada. Pandangan aliran idealisme tentang hakikat kenyataan itu memiliki
pengaruh tentang pengetahuan serta nilai-nilai atau norma serta terhadap
aspek-aspek lain.
Aliran realisme memandang, bahwa manusia pada
dasarnya dapat menemukan dan mengenal realitas sebagai hukum-hukum universal,
hanya saja dalam menemukannya itu dibatasi oleh kelambanan sesuai dengan
kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan dapat diperoleh secara ilmiah melalui fakta
dan kenyataan yang dapat diindra.
Aliran pragmatisme berpendapat bahwa kenyataan itu
pada hakikatnya berada pada hubungan sosial, antara manusia yang satu dengan
manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu, manusia dapat memperbaiki mutu
kehidupannya.
Aliran eksistensialisme mengakui bahwa sebagai individu
setiap manusia memiliki kelemahan-kelemahan, namun demikian setiap individu itu
dapat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan norma-norma dan keyakinan yang
ditentukannya sendiri.
2. Landasan Psikologis dalam
Pengembangan Kurikulum
Secara psikologis, anak didik
memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun
potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan
itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologis perkembangan dan
kondisi psikologis belajar anak
a. Psikologi Perkembangan Anak
Untuk memahami perkembangan siswa,
salah satu teori yang banyak digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh
Piaget yang terkenal dengan teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget,
kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental yang mengarahkan dan
membimbing perilaku anak. Menurut Piaget, perkembangan intelektual (kognitif)
setiap individu berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan
tertentu itu menurut Piaget terdiri dari 4 fase, yaitu:
Sensorimotor (0-2 tahun),pada fase ini kemampuan kognitif
anak sangat terbatas. Piaget mengistilahkannya dengan kemampuan yang bersifat
primitif, artinya masih didasarkan kepada perilaku yang terbuka. Intelegensi
sensorimotor juga dinamakan intelegensi praktis. Dikatakan demikian, oleh
karena pada masa ini anak hanya belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan
secara praktis dan belajar bagaimana menimbulkan efek tertentu tanpa memahami
apa yang sedang ia lakukan kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan itu.
dari proses interaksi, anak memperoleh pengalaman fisik dan pengalaman mental.
Piaget percaya, bahwa asal mula tumbuhnya struktur mental adalah aksi atau
tindakan. Artinya, apabila seorang anak melihat, merasakan, atau mengerakkan
suatu benda, maka ia akan memaksa otaknya untuk membangun program-program
mental untuk menguasai dan menanganinya.
Praoperasional (2-7 tahun),menurut Piaget, fase ini ditandai
dengan beberapa ciri. Pertama, adanya kesadaran dalam diri anak tentang suatu
objek. Kedua, pada fase ini kemampuan anak dalam berbahasa mulai berkembang.
Melalui pengalamannya anak dapat mengenal objek dan anak akan mampu
mengekspresikan sesuatu dengan kalimat pendek namun efektif. Ketiga, fase
praoperasional ini juga dinamakan fase intuisi, sebab pada masa ini anak mulai
mengetahui perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari individu atau
kelasnya. Keempat, pandangan terhadap dunia, pada fase ini bersifat animistic,
artinya bahwa segala sesuatu yang bergerak di dunia ini adalah hidup.
Keliama, pada fse ini pengamatan dan pemahaman sangat dipengaruhi oleh sifatnya
yang egocentric.Ia akan beranggapan bahwa cara pandanag orang lain terhadap
objek sana seperti dirinya.
Operasional Konkret (7-11 tahun),pada masa ini pikiran anak terbatas
pada objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman langsung. Pada masa
ini, selain kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut dengan system of operations. Kemampuan
kognitif yang dimiliki anak pada fase ini meluputi conservation,addition of
classes dan multiplication of classes.Dengan munculnya kemampuan-kemampuan di
atas, maka kemampuan operasi kognitif ini juga meliputi kemampuan melakukan
berbagai macam operasional secara matematika, seperti menambah, mengurang,
mengalikan dan membagi.
Operasional Formal (12-14 tahun ke
atas),Piaget
menanamkan fase ini sebagai fase formal operational, karena pada masa ini pola
berpikir anak sudah sistematik dan meliputi proses-proses yang kompleks.
Aktivitas proses berpikir pada fase ini mulai menyerupai cara berpikir orang
dewasa, karena kemampuannya yang sudah berkembang pada hal-hal yang bersifat
abstrak. Anak sudah mampu memprediksi berbagai macam kemungkinan. Baik tujuan
maupun isi kurikulum harus mempertimbangkan taraf perkembangan anak. Tanpa
pertimbangan psikologi anak, maka dapat dipastikan kurikulum yang disusun tidak
akan efektif.
b. Psikologi Belajar
Pengembangan kurikulum tidak akan
terlepas dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk
membelajarkan siswa. Banyak teori yang membahas belajar sebgai proses perubahan
tingkah laku. Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan
teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih,
hendak ditulisi apa kertas itu bergantung pada orang yang menulisnya. Berbeda
dengan pandangan Locke, Leibnitz menganggap bahwa manusia itu adalah organisme
yang aktif. Manusia adalah sumber dari pada semua kegiatan. Pada hakikatnya,
manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk menentukan atau membuat
pilihan dalam setiap situasi.
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah
pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan
kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respon.
3. Landasan Sosiologis dan Antropologis
dalam Pengembangan Kurikulum
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi
lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat
ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di
Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi
lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya. Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti
"manusia", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi
mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia–manusia
yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui
pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial–budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia pada
masa yang berbeda dengan masa sebelumnya, bahkan masa yang tidak pernah
terbayangkan di masa lalu. Munculnya hasil-hasil teknologi seperti hasil
teknologi transportasi, yang bukan hanya menyebabkan manusia bisa menjelajah
dunia, bahkan hingga luar angkasa. Demikian juga kemajuan dalam teknologi
informasi dan komunikasi, yang memungkinkan manusia untuk mengetahui informasi
dari berbagai belahan dunia dalam waktu singkat. Namun demikian, kemajuan
tersebut tidak hanya memunculkan dampak positif, bersamaan dengan itu muncul
pula berbagai dampak negatif kemajuan teknologi yang sering membuat cemas.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan
tugas-tugas pendidikan yang diemban sekolah menjadi kian kompleks. Tugas
sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan
semua tuntutan masyarakat. Bahkan seiring dengan kemajuan zaman, tugas-tugas
yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab sekolah kini menjadi tugas sekolah.
Sekolah tidak hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, tetapi
juga harus memberi keterampilan, juga harus menanamkan budi pekerti dan
nilai-nilai.
Dengan tugas dan tanggung pendidikan yang demikian berat,
kurikulum sebagai alat pendidikan, harus selalu diperbarui menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat. Pendidikan merupakan usaha
menyiapkan anak didik agar siap menghadapi lingkungan yang senantiasa mengalami
perubahan. Kita maklumi bersama bahwa perubahan tersebut berjalan dengan pesat.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu
pengetahuan guna perannya di masa datang. Sementara itu teknologi adalah aplikasi
dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan
masalah-maslaah praktis. Dengan demikian Ilmu dan teknologi tidak bisa
dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring
lajunya perkembangan masyarakat. IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa
berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki
pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang
pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik
dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam
alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari
penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program
pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang
semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu
dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program
yang harus dilaluinya.
Perhatian terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum, secara
langsung adalah dengan menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan secara
tidak langsung memberikan kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna menyelesaikan persoalan
hidupnya. Khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan. Pendidikan pada dasarnya
adalah bersifat normatif, dengan demikian perubahan nilai-nilai yang
diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diarahkan
agar bisa menuju pada perubahan yang bersifat positif. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum harus senantiasa menjadikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya, sehingga menghasilkan kurikulum
yang memiliki kekuatan, dan juga bisa mengembangkan dan melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi lebih memajukan peradaban manusia. Para
pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya guru-guru, harus memahami perubahan
tersebut, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam kurikulum tidak menjadi
usang, atau ketinggalan zaman.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan pada hasil
pemikiran dan penelitian mendalam. Seperti landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologi dan antropolgi serta landasan IPTEKS, karena
hakikatnya kurikulum dibuat agar peserta didik dapat terjun atau berpartisipasi
langsung dalam dunia masyarakat dan kehidupan nyata. Landasan filosofis
berkaitan dengan filsafat yang merupakan unsur yang cukup penting dalam
mengembangkan kurikulum, landasan psikologis berkaitan dengan psikolog
perkembangan anak dan psikolog belajar. Landasan Sosiologis dan Antropologis
berkaitan dengan budaya-budaya dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat
sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum. Landasan IPTEKS berkaitan dengan
isi kurikulum yang menyelaraskan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Seni.
4.2 Saran
Sebaiknya peserta didik diberi
informasi mengenai landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum.
Landasan-landasan kurikulum ini sangat penting dalam pengembangan kurikulum
karena tanpa landasan-landasan tersebut isi kurikulum akan kurang relevan jika
dikaitkan dengan kehidupan nyata. Peserta didik jangan diberikan bentuk
kurikulum saja namun harus mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan
pengembangan kurikulum serta komponen-komponen kurikulum yang sesungguhnya akan
sangat berguna bagi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat atau
kehidupannya yang nyata kela
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,Wina.
Kurikulum dan pembelajaran: teori dan praktik pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada Group (2010).
Musthofa,
Zaeni. 2012. Landasan IPTEK Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:http://willzen.blogspot.com/2012/01/landasan-iptek-pengembangan-kurikulum.html
[
25 Februari 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar